Pendidikan di Indonesia belum merata. Kesenjangan kualitas pendidikan antara di kota dengan di daerah terpencil masih tinggi. Padahal, Indonesia membutuhkan SDM bermutu untuk mengelola kekayaan alam yang berlimpah ruah.
Support Coordinator Sekolah Anak Indonesia dari Yayasan Alirena, Yuni Chairani mengatakan, kinerja dan profesionalitas tenaga pendidik di daerah terpencil masih rendah.
"Masalah pendidikan di daerah tertinggal itu cukup luas. Selain masalah guru, kesadaran orangtua akan pendidikan masih rendah, fasilitas jauh berbeda dengan di kota," ujarnya di sebuah seminar dalam Pameran dan Konferensi Pendidikan GESS 2015 belum lama ini.
Selain itu, lanjut dia, masalah yang dihadapi, yakni pola pembelajaran anak yang masih konvensional. Sebab, guru hanya menerangkan secara ceramah, tanpa ada inovasi atau modifikasi sistem pembelajaran.
"Untuk itu kami mencoba mengubah sistem pembelajaran di sekolah-sekolah pedalaman," imbuhnya.
Sebaga percontohan, Yuni dan timnya mengambil daerah Kabupaten Lanny Jaya, Papua Tengah. Yuni menjelaskan, mulai kelas 4 SD, para siswa akan masuk asrama. Sekolah unggulan tersebut, kata Yuni, diharapkan dapat mencetak calon generasi yang dapat meneruskan pembangunan di Papua. Oleh karena itu, meski gratis, siswa yang ingin masuk asrama harus sudah bisa membaca.
"Ada seleksinya, sambil mengajarkan mereka profesional juga," ucapnya.
Untuk menghasilkan mutu pendidikan yang baik, para guru pun dikirim khusus ke daerah pedalaman. Hal ini juga dinilai sebagai tantangan lantaran sulit mencari guru yang mau dikirim ke sana.
"Inginnya cari guru dari Papua juga, tapi mereka tidak bisa instan, harus dibimbing dulu. Mungkin tahun depan baru ada rencana. Sementara guru yang dikirim ke sana juga harus dikontrol," tukasnya.
http://news.okezone.com/
Belum ada tanggapan untuk "Tantangan Pendidikan di Daerah Terpencil"
Post a Comment